19 July 2012

Eksistensi Dunia Maya

"Follow aku dong!"

"Add aku di FB dong, aku belum ada FB kamu!"

Bukankah kata kata tersebut sekarang cukup sering terdengar?
Dan kemungkinan besar, anda pernah mengungkapkan salah satu dari statement diatas. Jangan malu malu untuk mengakui. Tidak ada yang salah jika anda pernah mengungkapkan salah satu dari statement diatas. Bukan dosa untuk bilang "Follow aku ya di twitter." dan bukan tindak kriminal juga untuk "meresmikan" hubungan pertemanan di dalam facebook. Boleh dibilang hal ini sudah sama lumrahnya dengan korupsi di Indonesia.

Di artikel ini saya tidak akan memposisikan diri sebagai seorang yang anti jejaring sosial karena saya juga salah satu pengguna jejaring sosial yang cukup addict. Dan saya akui, saya pun pernah mengungkapkan "add gw dong di facebook!" kepada teman saya. Semua ini karena jejaring sosial sering kali dikaitkan dengan eksistensi. Dan pada nyatanya, Jejaring sosial memang ada karena kebutuhan eksistensi manusia yang semakin meluap.

Lalu, apakah Eksistensi memang sepenting itu?

Saya sering berpendapat bahwa orang yang dibully atau diinjak injak keberadaanya lebih baik daripada orang orang yang keberadaannya bisa dibilang sebagai....tiada. Meski kerap kali pun orang orang yang dibully ini sering dikategorikan sebagai orang orang yang tidak cukup "eksis" sehingga mereka yang "eksis" menginjak injak anda. Tapi toh sebenarnya, anda "eksis" dan ada, itu mengapa mereka menginjak injak anda dan sesungguhnya akan lebih menyedihkan bagi orang orang yang ada diluar "rantai makanan".

Eksistensi adalah hasrat paling dasar yang dimiliki manusia. Kita terlahir untuk ada. Tidak ada yang mau menjadi si Beni ketika dimana saat Beni reuni SMA ; semuanya akan mengatakan, "Memang ada Beni ya di SMA ini?"

Jauh sebelum adanya twitter dan facebook manusia sudah membentuk jejaring sosial dan eksistensi sudah berdiri didalamnya. Jaman dahulu, orang bergabung kedalam sebuah perkumpulan seperti KKK atau anggota pengurus RT untuk mendapatkan sebuah eksistensi. Untuk bisa dianggap dan dipandang di lingkungannya. Pada jaman sekarang, hanya bentuknya saja yang dipermudah. Facebook, Twitter sama saja seperti KKK atau anggota pengurus RT. Yang membedakan hanya satu. KKK dan Pengurusan RT adalah nyata sedangkan Facebook dan Twitter adalah maya.

Dan disinilah semuanya berubah.

Kemudahan perolehan eksistensi yang diberikan Facebook ataupun Twitter menjadikan kita terkadang lupa akan adanya  eksistensi yang nyata. Untuk para orang orang muda atau kaum ABG yang sedang panas panas nya mencari tahu "siapa saya?" dan "dimana posisi saya didunia ini?" melihat jejaring sosial modern ini menjadi sebuah jalan pintas untuk mendapatkan eksistensi. Tinggal add semua orang dikota yang anda tinggal, dan kini anda sudah tampak sebagai orang dengan eksistensi paling tinggi. Ketika di twitter followers anda sudah 1000 (entah memaksa atau tidak) maka anda sudah mampu dibuat berjalan selayaknya seorang nabi dengan seribu pengikut. Mereka kerap lupa bahwa eksistensi sesungguhnya didapat diluar sana, didunia nyata. Menjadikan mereka terkadang merasa sudah "cukup eksis".

Eksistensi akan ada ketika seseorang memberikan harga kepada apa yang telah anda karya kan.  Di jejaring sosial modern, ada berbagai cara yang inovatif untuk memberikan penghargaan kepada satu sama lain. Si jempol dari Facebook contohnya. Si jempol ini merupakan salah satu cara unik dari jejaring facebook. Sebuah foto anda berbackground matahari terbenam disebuah pantai. Tiba tiba sebuah jempol datang dan anda akan tersenyum melihatnya. Semakin banyak jempol yang anda dapat, semakin puas anda dan bangga anda melihatnya. Itulah efek dari penghargaan, membuat anda puas dan dihargai keeksitensiannya. Bahkan terkadang, beberapa orang akan memberikan jempol untuk dirinya sendiri. Memang ada pepatah bilang, hargai diri anda sendiri terlebih dahulu jika anda ingin dihargai.
Ataupun di twitter ada sebuah sistem bernama RT atau Re-Tweet yang dimana sebenarnya berfungsi untuk menginfokan kepada jaringan yang lebih luas. Namun RT ini lama kelamaan menjelma kepada sesuatu yang lebih kepada "Saya Setuju terhadap statement anda!". Sebuah sensasi yang adiktif ketika anda mengetahui bahwa ada orang yang mendukung anda atau dengan dalam bahasa twitter... Me re tweet statement 140 kata anda.

Namung kembali lagi, apakah penghargaan tersebut memang penghargaan yang sesungguhnya? Apakah orang orang yang men Re-Tweet anda memang benar benar pendukung yang anda harapkan? Lagi lagi, semua itu tetaplah maya.

Mana yang anda pilih? 1000 jempol di page facebook anda karena sebuah film yang anda post di facebook. Atau 1000 orang bertepuk tangan dihadapan anda seusai film anda di tayangkan?
Mana yang anda pilih, 500 orang me RT sastra 140 huruf anda atau 500 orang mengagungkan nama anda karena keindahan puisi yang anda bacakan dihadapan mereka?

Lagi lagi, kita terkadang lupa bahwa eksistensi maya bukanlah tujuan akhir dari berkarya. Itulah mengapa sulit sekali kita menemukan orang orang hebat di era kita. Kita terlalu cepat puas dan kenyang dengan eksistensi yang kita dapat di dunia Maya. Jaman dahulu orang orang mendapatkan perasaan puas dititik yang nyata. Itulah yang membuat mereka hebat.

Jejaring Sosial modern memang sebuah alat pendukung yang sangat praktis dan efektif. Namun yang perlu kita ingat bahwa kita terkadang terjebak didalam limbo yang dibuat didalamnya. Jadikan Facebook, Twitter, dan kawan kawan menjadi alat untuk mendapatkan eksistensi yang nyata. Dan semoga, kita bisa menemukan orang orang hebat di era kita.


Dan jangan terkejut bila artikel ini pun akan turut saya share di facebook, twitter, atau manapun jejaring sosial yang saya miliki. Tujuannya? tentu saja untuk mencari sebuah eksistensi :D


No comments:

Post a Comment