25 August 2009

Selembar Kertas Putih

Ia masih termangu di balkon rumahnya. Balkon yang selalu ia banggakan. Dimana ia bisa melihat semua yang ada disekitarnya kecuali satu, ke dalam dirinya.

Sejak 'kejadian' tersebut ia terus termangu. Matanya terus sembab ketika tiba tiba memori terus menghujam seperti hujan linggis. Memori itu. Memori tentang 'kejadian'.

" Ayo menulis ", seru wanita tersebut kepada dirinya. Ia tahu ia membutuhkannya. Sebuah kata dapat meringankan beban yang ia harus pikul selama ini.

Lagi. Hari masih sama. Layar komputer tetap menampilkan selembar kertas putih. Ia tidak dapat menulis sepatah katapun. Bahkan kata semudah 'Anjing', 'Bangsat', atau 'Keparat' tak dapat tertulis di kertas tersebut. Ia membencinya. Bukan kepada para penoreh 'kejadian' namun kepada dirinya.

Jiwanya terantuk terbawa pergi. Melamun mencari dirinya yang lama. Yang dapat dengan mudah menggerakan jari di atas keyboard. Menulis semua yang mau ia tulis. Jujur. Bukan dibuat-buat.

Ia masih duduk melamun di beranda kesayangannya. Sebatang rokok menemaninya. Beribu kata terjejal dikepalanya. Penuh. Sesak. Jika saja ia dapat membuang satu kata. Namun lagi lagi masih saja jari ini sedingin es yang tak kunjung mencair.

Singgasana kini kosong. Ia merebahkan dirinya di sebuah kasur yang tak jauh dari berandanya. Ia tahu ia tak dapat terus begini. Senyum ibunya terpampang di dalam angannya. Disusul oleh sahabat-sahabatnya, senyum demi senyum. Senyum yang menginginkan ia tersenyum. Ia pejamkan matanya sesaat dan membalas mereka dengan senyuman.

Mentari muncul dari timur. Senyum dibalas senyuman. Ia masih duduk di beranda kesayangnya. Sebatang rokok menemaninya. Selembar kertas putih sudah tidak putih.

untuk seorang kawan agar dapat menyambut hari baru sebagai dirinya apa adanya dan dapat melupakan masa lalu yang kelam. Ayo menulis ! :)

1 comment:

  1. This comment has been removed by a blog administrator.

    ReplyDelete